FSIGB 2024, Peserta Kunjungi Kota Piring dan Kota Rebah
FSIGB 2024, Peserta Kunjungi Kota Piring dan Kota Rebah
Kemenag Bintan (Humas) - Memasuki pelaksanaan hari ketiga Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) tahun 2024, sebanyak 125 peserta mengikuti tour sejarah dengan mengunjungi Kota Piring dan Kota Rebah di Tanjungpinang. Tour sejarah dipimpin langsung oleh Ketua Pelaksana, Dato Rida K. Liamsi, Jumat, 27 September 2024.
Para peserta mendapatkan keterangan langsung dari petugas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang. Kedua situs sejarah tersebut memiliki peran yang penting dalam peradaban Melayu di Johor-Riau-Lingga pada masanya.
Sejarah Istana Kota Piring dari Tuhfat Al-Nafis (1865) karya Raja Ali Haji, diketahui bahwa pembangunan Istana Kota Piring sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Johor-Riau-Lingga diawali dengan pencarian lokasi yang dilakukan bendahara Tun Abdul Jalil atas perintah Sultan Mahmud Syah II. Pada 4 Oktober 1722, dimulailah pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah dari Istana Kota Piring.
Sejak itu, Istana Kota Piring menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Johor-Riau-Lingga hingga 10 November 1784, ketika Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji Fisabilillah gugur melawan VOC. Yang Dipertuan Muda atau Raja Muda adalah sebuah jabatan yang berada langsung di bawah sultan. Pada masa Raja Haji Fisabilillah (1777-1784), Riau menjadi salah satu pusat perdagangan paling ramai di Asia Tenggara. Setelah Raja Haji Fisabilillah gugur, Kesultanan Johor-Riau-Lingga terpaksa mengakui kekuasaan VOC dan kehilangan hak monopoli perdagangan di Kepulauan Riau.
Usai mengunjungi situs sejarah di Kota Piring, peserta mengunjungi situs sejarah Kota Rebah. Sejarah mencatat, Kota Tanjungpinang memiliki Istana Kota Lama yang sempat berdiri kokoh di kawasan Hulu Riau Sungai Carang. Istana ini dulunya milik kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang.
Istana Kota Lama yang berada di Kawasan Hulu Riau Sungai Carang mulai dibuka sekitar tahun 1673 oleh Laksamana Tun Abdul Jamil atas perintah Sultan Abdul Jalil Syah yang kala itu merupakan Raja Johor ke-8. Di situ pernah menjadi pusat kerajaan Johor-Riau. Kemudian pusat kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang.
Pada plang di kawasan itu tertera bahwa kawasan Istana Kota Lama terus dikembangkan pada masa Sultan Ibrahim Syah (Sultan Johor ke-9), Sultan Mahmud Syah II (Sultan Johor ke-10) sampai masa Sultan Abduljalil Rahmatsyah (Sultan Johor ke -11) yang pada tahun 1719 memindahkan ibukota kerajaan dari Johor ke Hulu Riau dan membuat Istana yang sangat megah.
Hatiman.