Giat Ngopi, Muhammad Hasbi Ceritakan Kisah Ketangguhan Muhammad Al Fatih (1)
Giat Ngopi, Muhammad Hasbi Ceritakan Kisah Ketangguhan Muhammad Al Fatih (1)
Kemenag Bintan (Humas) – Giat Ngopi pada Jumat, 25 Oktober 2024, Kasi Bimas Islam Kantor Kemenag Bintan, Muhammad Hasbi menceritakan kisah sukses dan ketangguhan Muhammad Al Fatih setelah beberapa pekan sebelumnya bercerita tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Giat Ngopi diikuti oleh seluruh unsur pimpinan dan ASN Kantor Kemenag Bintan yang dipusatkan di Aula Kantor Kemenag Bintan, Ceruk Ijuk.
Mengutip berbagai sumber, Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II selalu identik dengan kisahnya yang menaklukan Konstantinopel. Beliau merupakan anak dari Sultan Murad II yaitu khalifah sebelum Muhammad Al-Fatih.
Dikatakan ketika sedang menunggu proses kelahiran putranya, Sultan Murad II menenangkan dirinya dengan membaca Al-Qur'an dan lahir anaknya saat bacaan sampai di surat Al-Fath, surat yang berisikan janji-janji Allah akan kemenangan kaum muslim.
Merujuk buku yang berjudul Muhammad Al-Fatih karya Abdul Latip Talib, beliau dilahirkan oleh permaisuri Aishah, istri Sultan Murad II pada 27 Rajab 835 H bertepatan dengan tanggal 29 Maret 1432 M di Adrianapolis, yang sekarang lebih dikenal dengan kota Edirne (perbatasan Turki - Bulgaria), setelah 8 tahun pengepungan kota Konstantinopel oleh ayahnya.
Syaikh Ramzi Al-Munyawi dalam bukunya Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel mengatakan, Muhammad Al-Fatih diberi gelar sebagai khalifah atau sultan pada saat usianya 19 tahun. Beliau menjadi sultan ketujuh dari silsilah para sultan Dinasti Utsmani.
Muhammad Al-Fatih diangkat menjadi gubernur Amasya saat umurnya baru menginjak 6 tahun. Setelah dua tahun memimpin Amasya, Muhammad Al-Fatih dipindah tugaskan ke Manisa oleh ayahnya.
Mengutip buku Muhammad Al-Fatih 1453 karya Felix Y. Siauw, saat di Manisa, Muhammad Al-Fatih dikelilingi oleh ulama-ulama terbaik pada zamannya dan mempelajari berbagai disiplin ilmu. Baik itu yang berkaitan dengan Al-Qur'an maupun ilmu-ilmu lainnya seperti tsafaqah Islam, ilmu fiqh, bahasa, astronomi, matematika, kimia, fisika, serta teknik perang dan militer.
Sultan Murad II mengetahui jika anaknya memiliki sifat yang keras. Tetapi beliau menganggap bahwa sifat yang dimiliki anaknya bisa menjadi modal utama dalam belajar dan menjadi pemimpin.
Guru Muhammad Al-Fatih yang pertama adalah Syaikh Ahmad Al-Kurani. Di bawah bimbingan beliau, Muhammad Al-Fatih mulai menghafal Al-Qur'an dan mempelajari etika belajar pada usia 8 tahun.
Saat belajar, Syaikh Ahmad Al-Kurani tidak berperilaku istimewa dan mencium tangannya, seperti yang dilakukan ulama-ulama lain. Beliau justru tidak segan menegur Muhammad Al-Fatih dengan keras jika melanggar syariah Allah.
Guru kedua Muhammad Al-Fatih adalah Syaikh Aaq Syamsudin. Berbeda dengan guru pertamanya, Syaikh Aaq Syamsudin adalah ulama yang berpengaruh dalam membentuk mental Muhammad Al-Fatih. Beliau tidak hanya mendidik Muhammad Al-Fatih dengan ilmu-ilmu yang dikuasainya, melainkan juga senantiasa mengingatkannya akan kemuliaan ahlu bisyarah yang akan membebaskan Konstantinopel, ibukota Romawi Timur (Bizantium).
Bersambung…