Hadiri Serah Terima Santri Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan Bintan, Rostam Ungkap Makna Hijrah
Hadiri Serah
Terima Santri Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan Bintan, Rostam Ungkap Makna
Hijrah
Kemenag Bintan
(Humas) – Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kemenag Bintan,
H. Rostam Effendi menghadiri kegiatan serah terima santri dan santriwati baru
pondok pesantren Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan Bintan. Kegiatan
dilaksanakan Rabu, 10 Juli 2024 di Ponpes Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan
Bintan.
Dalam
sambutannya, pengasuh pondok pesantren Saepuddin mengatakan kegiatan serah
terima santri lebih dikenal dengan istilah Mayung Sebungkul.
Sementara itu,
Kasi PDPP Kantor Kemenag Bintan, Rostam Effendi dalam arahannya mengangkat tema
hijrah. Dia mengatakan dalam surat al-Hasyru ayat 8 - 10 disebutkan ada tiga
kelompok ummat Nabi Muhammad yang terlibat dalam peristiwa hijrah. Mereka
adalah satu sebagai pelaku hijrah yang kemudian disebut Muhajirin, kelompok
kedua sebagai kelompok yang menyambut dan memfasilitasi yang berhijrah yang disebut
Anshor dan yang ketiga tidak termasuk dalam kategori Muhajirin dan Ansor karena
mereka tak hidup dimasa itu.
Kaum Muhajirin
atau orang yang berpindah dari negerinya ke Madinah disifati oleh Allah Swt
sebagai Fuqoro (orang yang faqir). Sifat berikutnya mereka diusir dari negeri
sendiri oleh saudara-saudara mereka sendiri serta harus kehilangan harta dan
bisnis mereka.
Muhajirin pada
waktu itu berada di Madinah harus memulai membina kehidupan dari nol. Allah
menyebutkan bahwa semua ujian itu bisa mereka lalui karena ada motivasi suci
yaitu mereka ingin mendapatkan keutamaan dan keridhoan Allah dan ingin
menyatakan pembelaan kepada Allah dan Rasul_Nya.
Selanjutnya Allah
juga memberi status orang orang Muhajirin sebagai orang-orang yang sangat jujur
dan benar dalam imannya (siddiquun). Di ayat sembilan surat al-Hasyru, Allah
menyebutkan sifat kaum Anshor.
Pertama mereka
disifati sebagai orang-orang yang sanggup berkorban. Demi Muhajirin bisa nyaman
tinggal di Madinah dalam berjuang mereka telah merelakan negeri tempat tinggal
mereka dan harta yang mereka miliki dibagi dengan orang Muhajirin. Mereka
sangat mencintai orang Muhajirin, sama sekali tidak ada iri dan dengki dalam
hatinya kepada orang Muhajirin. Kaum Anshor pada waktu itu lebih mementingkan
kebutuhan dan kepentingan orang Muhajirin dibanding kebutuhan dan kepentingan
mereka sendiri. Allah memberi gelar kepada orang-orang Anshor sebagai orang-orang
yang beruntung dan bahagia.
Sedangakan di ayat
10 surat al Hasyru, Allah memberi kabar gembira kepada ummat Nabi Muhammad yang
hidup setelah generasi Muhajirin dan Anshor termasuk kita yang hidup di abad 14
hijriyah ini.
“Allah Swt
menghubungkan kita dengan Muhajirin dan Anshor dengan syarat kita bisa
berkorban untuk Allah dan Rasul-Nya seperti mereka telah berkorban demi bisa
meraih keridhoan Allah dan Rasul-Nya,” ujar Rostam.
Dalam ayat 10 Allah
menyebutkan bahwa orang-orang yang hidup setelah Muhajirin dan Anshor berkata “Ya
Allah ampuni kami dan orang-orang beriman yang hidup sebelum kami dan berkenan
engkau tidak menjadikan sifat dengki terhadap orang yang beriman ada dalam hati
kami. Ya Tuhan kami sesungguhnya kami bermohon kepada Engkau, Dzat yang maha
pemurah lagi maha penyayang.
“Dari ayat 10
ini kita diminta untuk berkorban hati dan perasaan demi keutuhan hubungan
antara kita dengan Allah dan kita dengan orang-orang beriman. Jangan keras dan
tinggi hati sehingga enggan mengakui kesalahan. Jangan sombong dan angkuh
terhadap orang yang beriman yang akan mengakibatkan putusnya hubungan. Kalo
orang beriman berlaku salah kepada kita, maka lapangkan dada untuk memaafkan
mereka,” imbuh Rostam.
“Keberhasilan
dakwah di Madinah dalam waktu yang sangat singkat yaitu kurang lebih 10 tahun
adalah karena bergabungnya dua kekuatan Muhajirin dan Anshor. Persaudaraan hati
mereka telah melahirkan energi besar bagi perjuangan dan perkembangan agama Islam.
Ibarat kata mereka bak lidi yang diikat menjadi sapu,” pungkasnya.
Rostam.