Isra Mikraj, Masyarakat Ziarahi Makam Bukit Batu
Isra Mikraj, Masyarakat Ziarahi Makam Bukit Batu
Kemenag Bintan (Humas)—Salah satu perayaan menarik dari peringatan
Isra Mikraj adalah Ziarah makam bukit batu di Desa Bintan Buyu, Kabupaten
Bintan. Hari ini, Kamis, 8 Februari 2024 bertepatan dengan 27 Rajab 1445 H masyarakat
dari berbagai penjuru mendatangi makam Bukit Batu di Desa Bintan Buyu.
Laporan Kontributor, Farhan Al Mujahid, seorang penyuluh agama
Islam di Kecamatan Teluk Bintan mengatakan ratusan masyarakat menghadiri Ziarah
Makam Bukit Batu pada hari ini. Kepada media ini, Farhan mengatakan 27 Rajab
adalah sejarah yang paling mulia dalam Islam yaitu adanya peristiwa Isra Mikraj
Nabi Muhammad Saw. Peristiwa itu membawa misi suci berupa perintah kewajiban menjalankan
Salat lima waktu.
Nah, Farhan menyebutkan salah satu adat istiadat masyarakat Bintan
dalam mengenang peristiwa ini adalah dengan melakukan tradisi ziarah makam di Bukit
Batu dalam agenda Haul Akbar. Dalam kegiatan ini masyarakat di penjuru Bintan
dan sekitarnya berbondong-bondong ikut hadir mengikuti kegiatan tersebut.
“Kami sebagai Penyuluh Agama Islam yang bertugas di lingkungan
tersebut ikut menjunjung tinggi kearifan lokal dengan menambah satu kegiatan Pra
H-1 dengan mengadakan khotmil Quran Binnadhor Khatam 30 Juz dalam satu hari,”
ujarnya.
Menilik sejarah, Bintan Buyu adalah sebuah desa di Kecamatan Teluk
Bintan Kabupaten Bintan. Daerah Bintan Buyu sendiri, secara administratif
masuk ke kawansan Teluk Bintan dan telah terpilih sebagai pusat ibukota
yang baru Kabupaten Bintan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
Bintan melalui sidang paripurna terbuka pada tanggal 8 Oktober 2003.
Pada masa lalu Bintan mulai ramai dikunjungi sejak kedatangan sang
Nila Utama dan Demang Lebar daun dari Bukit Siguntang (Palembang). Setelah
memudarnya Kerajaan Sriwijaya, maka ada kecendrungan untuk membuka kawasan
baru. Kedatangan Sang Nila Utama disambut dengan baik oleh pimpinan masyarakat
setempat (permaisuri) dan di angkat menjadi pemimpin yang baru. Sang Nila Utama
menikah dengan Dang Sri Beni Puteri dari pemimpin masyarakat setempat
(anak bunda permaisuri Bintan).
Untuk memperluas daerah kekuasaannya, Sang Nila Utama
membuka kawasan dari yang dinamakan dengan sebutan Temasik (Tumasik, sekarang
Singapura). Nila Pahlawan menjadi orang kepercayaan Sang Nila Utama untuk
memimpin di Bintan. Nila Pahlawan yang juga berasal dari Bukit Siguntang menikah
dengan Dang Empuk (Wan Pok) kerabat dari permaisuri Bintan. Sementara itu,
Krisna Pendeta menikah dengan Dang Menini (Melini). Makam dari Wan (Dang) Pok
atau Wan Empuk (istri Nila Pahlawan), makam Wan Menini atau Dang Melini
(istri Krisna Pendeta), makam permaisuri Bintan (bundanya Dang Sri Beni), makam
Dang Sri Beni (isteri Sang Nila Utama, dan makam Tok Telanai (putera Demang
Daun Lebar) sekarang masih banyak dijumpai di Bintan Buyu. Makam- makam yang
dikeramatkan inilah pada akhirnya yang menjadi cikal bakal terjadinya tradisi
ziarah kubur di Bukit Batu pada masyarakat Melayu Kbupaten Bintan.
Pada setiap tanggal 27 Rajab,
bersempena dengan peringatan Isra Mikraj masyarakat Melayu di Bukit Batu,
Bintan Buyu Kabupaten bintan menyelenggarakan upacara selamatan yang dipusatkan
di kompleks makam Bukit Batu. Biasanya tradisi ini disebut dengan Hari Ziarah
Besar ke Bukit Batu.
Inti dari kegiatan ini adalah menziarahi makam-makam
yang berada di Bukit Batu, dengan mengirimkan doa buat leluhur, pembacaan doa
selamat (tolak bala), menaikkan panji-panji kain warna kuning, menabur beras
kunyit di sekitar kompleks makam, dan menunaikan nazar.Tradisi ziarah kubur
dimulai sekitar pukul 10.00 pagi (waktu setempat) setelah pengunjung cukup
banyak.
Diawali dengan tampilnya beberapa orang yang dituakan
diantaranya adalah pawing kampong bukit batu, yang sejak semula sudah duduk
ditempat pelaksanaan upacara bersama tokoh adat dan alim ulama. Beliau
pelan-pelan membesarkan api penebaran (tempat bara), membakar kemenyan sehingga
asap tipis berkepul-kepul sambil membacakan doa-doa. Lalu menaburkan beras
kunyit ke pusara Wan Empuk, Wan Menini, Wan Sri Beni dan pusara-pusara lainnya.
Selanjutnya pemimpin upacaara mengambil beberapa
helai kain berwarna putih, kuning (celupan dari sari kunyit) da nada pula yang
berwarna hijau. Masing-masing kain berukuran 1,5 x 1 meter itu digantungkam,
diikat atau diselipkan pada galah atau kayu yang sudah disediakan pada tempat
itu. Kain-Kain tersebut ada juga yang diikatkan pada ranting kayu yang tumbuh
di sekitar kompleks makam. Aktivitas menggantung, mengikat dan sebagainya itu
disebut menaikkan panji-panji.
Farhan.