Kakankemenag Bintan Bersama Subkoordinator Pontren Kupas Peran Santri Menjaga Martabat Kemanusiaan di RRI Pro 1 Tanjungpinang
(Kemenag Bintan) – Kepala
Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Bintan H. Erman Zaruddin menjadi
narasumber pada dialog di RRI Pro 1 Tanjungpinang, Senin (24/10/2022). Dirinya
tidak sendiri, hadir juga saat itu Subkoodinator Pondok Pesantren (Pontren)
Kanwil Kemenag Kepri, H. Sunarjo.
Dialog yang dipandu oleh Aryo Wishnu ini mengangkat topik Peran Santri Dalam Menjaga Martabat Kemanusiaan. Topik ini diambil dari tema Hari Santri Nasional (HSN) pada 22 Oktober 2022 kemarin yakni, Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan.
Mengantar pemaparannya, Kakankemenag Bintan, Erman mengatakan kepada pemirsa Pro 1 RRI bahwa HSN adalah untuk memperingati peran santri sendiri dalam membangun bangsa. HSN sendiri ditetapkan pada tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo yang merujuk pada resolusi jihad Hasyim Asyari.
“Hari Pahlawan pada 10 November itu dimulai dari didengungkan hubbul wathan minal iman (menjaga negara adalah bagian dari iman) oleh para kiai pada 22 Oktober di tahun yang sama (1945),” kata Erman.
Erman menyampaikan makna berdaya adalah santri dalam kehidupan sehari-harinya selalu aktif, siap sedia mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara. “Dengan segala kemampuan mereka bisa menjadi apa saja, bisa berkiprah di bidang agama bisa juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,” terangnya.
“Dalam konteks berdaya ini pun mereka tidak lupa tugas utama mereka yakni menjaga agama. 5 hal yang perlu dijaga adalah agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Selama berada di ponpes (pondok pesantren) pun insyaallah 5 hal ini terjaga,” lanjutnya.
Erman juga mengartikan makna jihad, menurutnya jihad adalah melawan kezaliman dan penjajahan dalam konteks sejarah Indonesia. Jihad juga berarti bersungguh-sungguh melakukan perbaikan diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa.
“Menjaga keindonesiaan, menjaga Pancasila, menjaga NKRI, bagi santri itu juga jihad, harga mati. Kita tidak ingin NKRI pecah dan tidak memiliki kekuatan,” ungkapnya.
Kemudian, Erman menerangkan kegiatan dalam rangka HSN apa saja yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Bintan, yang telah terlaksana adalah kegiatan Pospeda (Pekan Olahraga dan Seni Santri Antar Pondok Pesantren). “Ada 27 jenis lomba Pospeda dan semuanya berjalan dengan lancar. Ini membuktikan bahwa santri bisa, tinggal tergantung bagaimana pembinaan yang diberikan,” ujarnya.
Sementara, Sunarjo selaku Subkoordinator Pontren Kanwil Kemenag Kepri mengungkapkan peran pesantren dalam dunia pendidikan Islam. Menurutnya pesantren adalah wadah yang di dalamnya ada proses pembelajaran dengan berdasarkan pada tauhid, memiliiki keyakinan kepada Tuhan yang teguh.
“Pesantren mengajarkan santri seluruh kemampuan bidang, dari keimanan dan pemahaman tentang mengamalkan ibadah dalam keseharian. Mereka juga diajarkan hubungan sosial kemasyarakatan, berbuat baik kepada seluruh mahluk Allah,” jelas Sunarjo.
Oleh karena itu, Sunarjo menegaskan, dapat dipastikan peran ponpes dalam mencetak generasi penerus bangsa sangat kompleks dibanding sekolah umum. Santri dilatih selama hamper 24 jam dari bangun pagi sebelum salat subuh. Pada hari-hari tertentu mereka juga diharuskan untuk olahraga agar tetap sehat dan memiliki kekuatan fisik melalui bela diri.
“Tidak akan maksimal mendakwahkan ilmu jika hanya mengandalkan ilmu tanpa kekuatan fisik,” sambungnya.
Sunarjo, juga mengatakan bahwa perlu mengubah imej sekolah agama, sekolah agama dulunya punya imej susah mencari kerja. Padahal selama di ponpes para santri diajarkan mandiri, dari kemandirian itu yang memacunya mencari nafkah sesuai bidang keahlian yang dimiliki.
Kedua narasumber pun membahas jumlah ponpes se-Provinsi Kepri yakni 114, dan 15 di antaranya berdiri di Bintan. Jumlah ini merupakan jumlah ponpes yang telah memiliki izin operasional (izop) yang dikeluarkan oleh Kemenag.
“Pesantren yang memiliki izop adalah pesantren yang telah memenuhi arkanul ma’had sebagaimana disebutkan dalam UU Pesantren nomor 18 tahun 2019 yakni, ada kiai/guru, ada santri mukim minimal 15, rumah ibadat, asrama, dan kajian kitab kuning, karena tidak bisa disebut pesantren kalau tidak mengajarkan kitab kuning,” tutur Sunarjo.
Kakankemenag Bintan, Erman pun menimpali bahwa masyarakat sudah memiliki pilihan memasukkan anaknya di ponpes karena setiap ponpes mempunyai keunggulan masing-masing. Ponpes juga ada yang memiliki program kesetaraan salafiyah dengan tingkatan pendidikan ula, wustha, dan ulya; ponpes khalafiyah yang memiliki madrasah seperti MI, MTs, dan MA, serta sekolah umum seperti SD, SMP, SMA, juga ada di dalam ponpes, dan mereka juga tetap diajarkan untuk khutbah, menjadi imam, dan mengkaji kitab kuning.
“Di Bintan sendiri sudah 15 pesantren yang ada izopnya, di dalamnya ada MTs, MA, dan ada SMP dan SMA nya juga. Terdapat total 1536 santri dan 254 ustaz se- Bintan saat ini yang bersama-sama membangun pendidikan keagamaan dan membentuk santri mampu beradaptasi dengan masyarakat serta membangun masyarakat menjadi lebih baik,” tukasnya.
“Santri ibarat mercusuar diharapkan menjadi matahari penerang bagi keluarganya, mudah-mudahan apa yang diharapkan semua agar pesantren di Kepri bisa menjadi lebih baik, pesantren bukan milik pemerintah, pesantren adalah sekolah milik masyarakat yang dibina pemerintah,”” tandasnya. (AP)