Kakankemenag Bintan Jelaskan Nilai-Nilai Universal Agama Pada Kegiatan PWDK Moderasi Beragama
(Kemenag Bintan) – Kamis, (22/9/2022)
merupakan hari Keempat dari enam hari yang harus diikuti oleh seluruh peserta PDWK
(Pelatihan Di Wilayah Kerja) Penggerak Penguatan Moderasi Beragama di Kabupaten
Bintan. Pada hari keempat ini, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Bintan,
H. Erman Zaruddin, menjadi narasumber pelatihan.
Bertempat di Aula Kemenag Bintan, dalam materinya, Kakankemenag Bintan Erman Zaruddin mengangkat tema Nilai - Nilai Universal Agama. Dalam penyampaikannya, ia menjelaskan 3 nilai universal agama, yaitu; 1. Semua agama mengajarkan penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Manusia menjadi hamba Tuhan dan tidak menghamba kepada yang lain. 3. Manusia diberi mandat oleh Tuhan untuk mengurus bumi.
“Bumi perlu dikelola agar tercipta kemaslahatan Bersama. Inilah salah satu visi kehidupan terpenting dan terkuat yang diajarkan agama. Moderasi beragama menjadi muatan nilai dan praktik yang paling sesuai untuk mewujudkan kemaslahatan bumi di Indonesia karena mengandung sikap mental yang adil dan berimbang dalam mengelola keberagaman,” urai Erman.
“Dari 3 nilai tersebut semua agama mengajarkannya. Jadi untuk mendorong moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa, mari kita cari persamaan yang ada pada masing-masing agama sehingga tercipta kerukunan dan tak saling menyalahkan,” sambungnya.
“Dalam konteks Indonesia, moderasi diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan. Sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam NKRI, yang telah berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, Bahasa, dan budaya. Indonesia disepakati bukan negara agama, tetapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari,” lanjutnya lagi.
Erman menceritakan, ribuan tahun setelah agama-agama lahir, manusia semakin bertambah, beragam, dan bersuku-suku, yang tersebar di berbagai negeri dan wilayah. Seiring perkembangan dan persebaran umat manusia, agama juga turutr berkembang dan tersebar, sehingga karya-karya ulama terdahulu yang ditulis dalam Bahasa Arab tidak lagi memadai untuk mewaddahi seluruh kompleksitas persoalan kemanusiaan.
“Teks agama pun mengalami
multitafsir, kebenaran menjadi beranak-pinak, Sebagian pemeluk agama tidak lagi
berpegang teguh pad esensi dan hakikat ajaran agamanya,” terangnya.
Lebih lanjut, Erman juga menyinggung tentang relasi agama dan negara yang kerap menimbulkan perbincangan yang berkepanjangan, yang terkadang melahirkan pertentangan. Setidaknya ada 3 relasi antara agama dan negara yakni Integralistik, simbiotik dan sekuleristik.
Secara lebih detail Erman menerangkan, integralistik adalah hubungan agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dua lembaga yang menyatu (integrated). Negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga negara. Konsekuensinya, aturan negara harus dijalankan menurut hukum-hukum Tuhan.
Sedangkan, simbiotik adalah hubungan agama dan negara itu saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Demikian sebaliknya, negara juga memerlukan agama karena dapat membantu negara dalam pembinaan moral dan etika.
“Dan ketiga lawan dari simbiotik yakni sekularistik, Ada pemisahan antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda, punya garapan masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan. Dari pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia,” pungkasnya.
Pelatihan besutan LDK (Loka Diklat) Pekanbaru ini telah dimulai pada tanggal 19 September dan akan selesai pada 24 September 2022. Peserta pelatihan berjumlah 30 ASN dengan latar belakang guru MI/MTs/MA, penyuluh agama, dan penghulu se- Kabupaten Bintan. (ramli/AP)