Berita

Kemenag Bintan Dukung dan Hadiri Rapat TPPS, Bahas Capaian Kinerja dan Penguatan Kelembagaan

Berita

(Kemenag Bintan) – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bintan yang diwakili oleh Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Madrasah Hj. Khotijah menghadiri rapat koordinasi TPPS (Tim Percepatan Penurunan Stunting) Kabupaten Bintan. Kegiatan bertempat di Ruang Rapat 2 Kantor Bupati Bintan, di Bandar Seri Bentan, Senin (5/12/2022).

Rapat dibuka oleh Sandra Liza, Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Penduduk dan KB DP3KB Provinsi Kepulauan Riau. Dalam penyampaiannya disebutkan kelembagaan TPPS dirasa belum menunjang percepatan penurunan stunting. Padahal, tahun 2021 adalah tahun pertama aksi nasional penerapan Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

“Untuk mencapai target penurunan kasus stunting secara nasional hingga 14% pada tahun 2024 memerlukan kerja keras. Karena kasus ini mengalami kenaikan dari tahun 2018 16.3%, tahun 2019 naik menjadi 16.8 %, dan tahun 2021 menjadi 17.6%. Kita perlu cari formula tercepat dan melakukan evaluasi prevalensi capaian sebelum dan sesudah adanya TPPS untuk melihat adanya perubahan ataukah masih stagnan,” ucap Sandra Liza yang duduk berdampingan dengan Sekretaris PKK Bintan, Hj. Kartini.


Sementara dari Survey Status Gizi Indonesia (SSGI), Provinsi Kepulauan Riau sendiri ditargetkan penurunan kasus sebesar 10.2%. Provinsi Kepri kemudian membaginya ke masing-masing kabupaten/kota, Kabupaten Bintan ditargetkan turun kasus sampai 12.12.% di tahun 2024.

Kemudian, perwakilan dari DP3KB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana) Kabupaten Bintan, dr. Untung memaparkan data tentang masalah sekaligus solusi guna penurunan stunting di Bintan yang saat ini berjumlah 383 orang.

“Penyebab stunting ada 3 yaitu pengasuhan yang kurang baik, kurangnya akses air bersih dan sanitasi, serta kurangnya akses rumah tangga pada makanan bergizi. Dari hasil penapisan faktor keluarga berisiko stunting di Kabupaten Bintan tahun 2021 yaitu keluarga prasejahtera, tidak memiliki sumber air minum yang layak, tidak mempunyai jamban yang layak, dan tidak mempunyai rumah layak huni,” kata Untung.

Selain persoalan kesejahteraan, Untung menerangkan kasus stunting di Indonesia juga disebabkan kondisi ibu hamil dengan anemia di rentang usia 10-19 tahun. Dari hasil penapisan risiko stunting di Bintan juga muncul dari ibu terlalu muda (di bawah 20 tahun), terlalu tua (di atas usia 35 tahun), terlalu dekat jarak usia anak (di bawah 2 tahun), dan terlalu banyak anak (di atas 3 anak).

“Ini akan meningkatkan prevalensi stunting karena melahirkan bayi BBLR (berat bayi lahir rendah) dan prematur, untuk itu perlu pemberian pil penambah darah dari dari usia remaja untuk menargetkan ibu-ibu tidak lagi anemi saat hamil. Oleh karena itu, kelompok sasaran strategi penurunan stunting berfokus pada remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0 s.d. 59 bulan.” sambungnya.

Upaya pencegahan dan penurunan kasus stunting juga dilakukan melalui jalur orang tua asuh untuk balita stunting dan jalur pernikahan dengan pendampingan kesehatan catin (calon pengantin) 3 bulan pranikah.

“Kenapa 3 bulan? Karena risikonya bisa diperbaiki dalam waktu 3 bulan seperti kondisi anemia, LILA (lingkar lengan atas) dan indeks massa tubuh yang kurang sehingga tidak muncul kelahiran bayi stunting baru,” terangnya.

Lalu Untung menjelaskan kendala percepatan penurunan stunting di daerah. Disampaikannya, kelembagaan dan koordinasi antar OPD dan TPPS percepatan penurunan stunting masih lemah dan perlu diberdayakan, perlu intervensi program gizi spesifik (dilakukan oleh sektor Kesehatan) dan gizi sensitif (dilakukan di luar sektor kesehatan) yang belum sepenuhnya efektif, kebijakan penurunan stunting belum sepenuhnya diterjemahkan ke dalam perencanaan dan penganggaran daerah.

“Kapasitas pelaksana program di daerah masih lemah dan terbatas dari sisi pengetahuan dan keterampilan, kualitas pengelolaan dan penggunaan data masih terbatas, dan perilaku masyarakat belum sepenuhnya sejalan dengan upaya penurunan stunting dan dukungan sosial yang masih rendah,” urainya.

Lokus (lokasi fokus) stunting di Bintan pada tahun 2022 ini terdapat 8 desa/kelurahan yakni Teluk Sasah, Sri Bintan, Ekang Anculai, Kuala Sempang, Kijang Kota, Gunung Lengkuas, Bintan Buyu, dan Tanjung Permai. Sementara lokus pada tahun 2023 terdapat 10 desa/kelurahan yakni, Desa Penaga, Pengudang, Mantang Lama, Busung, Tembeling, Sebong Pereh, Tanjung Uban Selatan, Malang Rapat, Mantang Besar, dan Berakit.

Dari hasil rapat disimpulkan untuk konvergensi penurunan stunting agar semua pihak terkait bersatu padu membangun komitmen dan kebijakan untuk melaksanakan 8 aksi konvergensi, peningkatan peran TP PKK dan lintas sektor terkait, serta rapat koordinasi bulanan yang harus dilakukan oleh TPPS dari tingkat desa/kelurahan bersama TPK (tim pendamping keluarga) setempat.

Menanggapi rapat ini, Kasi Pendidikan Madrasah Khotijah mengatakan Kemenag selalu mendukung setiap upaya yang dilakukan TPPS Bintan dalam penanggulangan stunting. “Untuk membangun generasi yang beriman dan berilmu saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan masa depan jika fisik mereka tidak sehat. Semoga gerak TPPS Bintan lancar dan kompak dan target penurunan stunting di Bintan pada tahun 2024 tercapai,” ungkapnya. (AP)

Bagikan Postingan Ini:
© . Tim IT Diskominfo Kabupaten Bintan