Mengenal Masa Kecil Umar bin Abdul Aziz
Mengenal Masa Kecil Umar bin Abdul Aziz
Kemenag Bintan (Humas) - Umar bin Abdul Aziz merupakan cicit dari sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Umar bin Khattab. Ayahnya adalah Abdul Aziz bin Marwan, salah seorang dari gubernur Klan Umayyah. Dia dikenal sebagai seorang yang pemberani lagi suka berderma.
Ia menikah dengan seorang wanita solehah dari kalangan Quraisy lainnya, wanita itu merupakan keturunan Umar bin Khattab. Dari ibunya, darah Umar bin Khattab mengalir dalam diri Umar bin Abdul Aziz.
Banyak ahli sejarah mengungkapkan bahwa Umar bin Abdul Aziz lahir di di Hulwan, sebuah desa di Mesir, tahun 61 H atau sekitar 681 M. Umar bin Abdul Aziz besar di lingkungan istana, di mana dia hidup dengan kekayaan yang melimpah.
Meski demikian, kedua orang tua Umar bin Abdul Aziz tidak lupa untuk membekalinya dengan ilmu agama. Ayahandanya mengirim Umar ke Madinah untuk berguru kepada Ubaidillah bin Abdullah. Bahkan sejak kecil, Umar bin Abdul Aziz bergaul dengan para pemuka agama, ahli fikih, dan ulama.
Maka tidak mengherankan jika Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai sosok yang saleh. Bahkan Zaid bin Aslam berkata, “Saya tidak pernah melakukan salat di belakang seorang imam pun yang hampir sama salatnya dengan salat Rasulullah saw, dari pada anak muda ini, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Dia sempurna dalam melakukan ruku’ dan sujud, serta meringankan saat berdiri dan duduk”.
Ketika ayahnya meninggal dunia, Umar bin Abdul Aziz diminta untuk datang ke Damaskus. Di sana dia dinikahkan dengan Fathimah, putri dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Setelah itu, ketika Abdul Malik bin Marwan meninggal, kekhalifahan diwariskan kepada Al-Walid bin Abdul Malik.
Kemudian pada tahun 86 H, Khalifah Al-Walid mengangkat Umar bin Abdul Aziz sebagai Gubernur Madinah. Namun, pada tahun 93 H Khalifah Al-Walid memberhentikannya karena kebijakan Umar tidak sejalan dengan kebijakannya.
Al-Walid juga berusaha mencopot kedudukan saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik, dari posisi putra mahkota. Ia ingin anaknya yang menjadi putra mahkota. Namun, Umar bin Abdul Aziz menolak, yang menyebabkannya dijebloskan ke dalam penjara sempit dengan jendela tertutup.
Setelah dikurung tiga hari, Umar bin Abdul Aziz dibebaskan dalam kondisi memprihatinkan. kemudian Sulaiman bin Abdul Malik berwasiat bahwa selanjutnya yang akan menggantikan posisinya adalah Umar bin Abdul Aziz.
Setelah Sulaiman bin Abdul Malik meninggal, Umar bin Abdul Aziz dibaiat menjadi khalifah, sebagaimana telah diwasiatkan. Meski demikian, Umar bin Abdul Aziz tidak menyukai pembaitannya sebagai khalifah. Umar bin Abdul Aziz kemudian mengumpulkan orang-orang di masjid untuk salat berjamaah lalu menyampaikan rasa keberatannya atas pengangkatannya sebagai khalifah.
Setelah menyampaikan pujian kepada Allah dan bersalawat kepada Nabi, dalam pidatonya dia mengatakan, “Wahai manusia! Saya telah diuji untuk mengemban tugas ini tanpa dimintai pendapat, permintaan dari saya, atau musyawarah kaum muslimin. Maka sekarang ini saya membatalkan baiat yang kalian berikan kepada diri saya dan untuk selanjutnya pilihlah khalifah yang kalian suka!”
Namun orang-orang yang telah ia kumpulkan tetap memilihnya sebagai khalifah. Lalu Umar bin Abdul Aziz pun memberikan perintah pertamanya sebagai khalifah, dengan meminta orang untuk bertakwa, untuk tidak menyukai dunia dan menyukai akhirat.
Umar bin Abdul Aziz juga mengatakan bahwa hanya orang yang menaati Allah saja yang layak untuk ditaati. Oleh karena itu, Umar bin Abdul Aziz meminta orang-orang untuk menaatinya selama dia taat pada Allah SWT.
Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz sempat terlibat percakapan dengan putranya yang bernama Abdul Malik. Abdul Malik yang pada saat itu masih berusia 17 tahun bertanya kepada ayahnya. Dia mengatakan, “Apa yang hendak engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?”
Umar bin Abdul Aziz pun menjawab, “Oh putraku, aku hendak istirahat sebentar, dalam tubuhku tidak ada kekuatan lagi.”
Abdul Malik berkata lagi, “Apakah engkau istirahat sebelum mengembalikan hak yang dirampas dengan jalan curang kepada yang punya?”
Umar menjawab, “Putraku, tadi malam saya bergadang untuk mengurus pamanmu, Sulaiman dan nanti waktu Zuhur saya akan salat bersama orang-orang dan insya Allah akan mengembalikan hak-hak yang diambil secara curang itu kepada yang punya.”
Abdul Malik berkata lagi, “Siapa yang bisa menjamin dirimu akan hidup sampai Zuhur wahai Amirul Mukminin?”
Sejak percakapan tersebut, Umar bin Abdul Aziz kemudian mengumpulkan para ahli fikih dan ulama. Umar bin Abdul Aziz kemudian bertanya, “Saya mengumpulkan tuan-tuan ini untuk meminta pendapat mengenai hasil tindak curang yang berada pada keluargaku.”
Para ulama pun menjawab, “Itu semua terjadi sebelum masa pemerintahanmu. Maka dosanya berada pada yang merampasnya."
Jawaban para ulama tidak membuat Umar bin Abdul Aziz merasa puas. Kemudian Umar pun bertanya kepada putranya, Abdul Malik. Abdul Malik pun berpendapat bahwa hasil yang didapatkan dengan cara curang itu harus dikembalikan. Mendengar itu Umar puas dan langsung berdiri untuk mengembalikan hasil-hasil tindak kecurangan itu.
Hatiman.