NGOPI Kemenag Bintan Kupas Selawat Sebagai Ajaran Bermoderasi
(Kemenag
Bintan) – Jumat (24/6/2022), Kasi (Kepala Seksi) PD-Pontren (Pendidikan Diniyah
dan Pondok Pesantren), H. Rostam Efendi kembali mengisi tausiah kegiatan NGOPI
(Ngobrol Perkara Iman dan Islam). Pada kegiatan yang bertempat di Aula Kantor
Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bintan tersebut, dirinya kembali membahas
tentang filosofi selawat.
Sebagaimana diketahui, pada pertemuan NGOPI sebelumnya Rostam mengupas tentang keistimewaan dan filosofi selawat. Mengawali materi kali ini, Rostam mengingatkan agar jangan melupakan sejaran (jasmerah) termasuk sejarah tentang ajaran berselawat, karena melupakan sejarah bisa menjadi dosa.
Menjelaskan hal tersebut, Rostam mencontohkan kaum Khawarij yang keluar dari Islam. Mereka secara zahir berpegang teguh pada Al-Qur’an tetapi tidak menghargai Nabi Muhammad Saw. “Ketika Nabi membagikan Ghanimah (harta rampasan) perang dengan memprioritaskan kepada para mualaf (ornag yang baru masuk Islam) dari para pembesar Quraisy. Khawarij menentangnya. Mereka ini keras tetapi dibungkus dengan casing kebenaran, padahal di dalamnya penyakit,” ucap Rostam.
“Dari kelompok (Khawarij) ini akan keluar manusia-manusia di mana Al-Qur’an hanya sebagai penghias, hanya sampai di tenggorokan, mereka membaca dan memahami dengan versinya sendiri, tidak sampai ke hati. Zahir nya saja Al-Qur’an, tetapi batinnya tidak Al-Qur’an karena tidak menghormati Nabi Muhammad Saw.” imbuhnya.
Sebagaimana ajaran Islam lainnya, Rostam menuturkan perintah selawat juga diwahyukan oleh Allah melalui malaikat kepada Nabi Muhammad Saw. Salah satu bukti selawat termasuk ibadah yang penting adalah karena masuk dalam rukun salat dan rukun khutbah Jumat, setelah puji-puijan kepada Allah.
“Tidak ada kesangsian bagi Nabi Muhammad, ia tidak beruca atas dasar keinginan dan nafsunya. Dasar perkataannya adalah wahyu,” katanya.
Rostam mengungkapkan, setelah pada pertemuan sebelumnya menjelaskan filosofi selawat yang pertama yaitu, Nabi Muhammad diutus setelah peristiwa manusia menuhankan manusia. Filosofi selawat kedua adalah sebagai tawasuth atau sikap bermoderasi.
“Tawasuth atau bermoderasi, berada di tengah-tengah, tidak ekstrem ke atas dan ke bawah. Selawat mengajarkan bahwa bahwa mengangkat derajat manusia sebagai anak tuhan adalah haram (ekstrem ke atas), dan mengejek manusia sebagai anak zina (ekstrem ke bawah) juga tidak dibolehkan. Hal tersebut berangkat dari sejarah yang mengisahkan kaum Yahudi menganggap Nabi Isa sebagai anak zina,” terangnya.
“Dalam Al-Qur’an, Nabi Isa dipuji sebagai utusan Allah dan sekaligus sebagai hamba Allah. Hal ini untuk mengcounter kabar bahwa dirinya anak tuhan dan anak zina,” jelasnya.
“Selawat pelembut hati karena filosofinya begitu, berada di tengah-tengah. Dalam selawat, mempunyai arti Aku (Allah) pemberi dan Nabi Muhammad sebagai penerima. Kalau umat Nabi Muhammad memahami filosofi selawat pasti dia tidak akan menuhankan mahluk,” pungkasnya.(AP)