Program Penanaman Sejuta Pohon Matoa di Bintan Sukses Digelar
Program Penanaman Sejuta Pohon Matoa di Bintan Sukses Digelar
Kemenag Bintan (Humas) – Program penanaman satu juta pohon Matoa di Bintan sukses digelar. Kegiatan dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Bumi, 22 April 2025. Tidak hanya di Kemenag Bintan, kegiatan serupa juga digelar di Kantor KUA Kecamatan dan Madrasah di Bintan.
Melalui Zoom meeting, Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA mengatakan ekoteologi yang kita pahami saat ini terlalu maskulin sehingga manusia sebagai khalifah cenderung menjadi serakah. Padahal menurutnya Allah Swt dan para nabi menyebarkan agama dengan pendekatan yang sangat berimbang.
“Pemahaman teologi yang bekerja dalam diri kita terlalu maskulin, sehingga cenderung kapitalis tanpa memikirkan dampak ekologi jangka panjang seperti keberlangsungan hidup flora dan fauna untuk dapat tumbuh dan berkembang,” ujarnya.
Menag menjelaskan ekoteologi adalah narasi besar yang perlu dikembangkan oleh Kementerian Agama salah satunya dengan kurikulum cinta dan instrument lainnya untuk menciptakan kelestarian dan keseimbangan alam.
“Cinta yang kita maksudkan bukan saja kepada sesama manusia tetapi juga kepada seluruh makhluk hidup. Bumi bukan sekedar ruang hidup tetapi titipan Tuhan yang harus dijaga kelestariannya dengan kehadiran umat beragama dalam merawat bumi,” imbuhnya.
Untuk lokasi di Kemenag Bintan, kegiatan digelar di halaman belakang Kantor Kemenag Bintan yang luas. Hadir dalam kesempatan tersebut Kakan Kemenag Bintan, Kepala BPDAS, para pejabat pengawas, perwakilan MUI Bintan, pimpinan PGI, PHDI, KWI, Matakin, dan Permabuddhi Kabupaten Bintan.
Kepala Kantor Kemenag Bintan, H. Abu Sufyan mengatakan penanaman satu juta pohon Matoa merupakan implementasi program ekoteologi dalam Asta Protas Kemenag. Abu Sufyan mengatakan gerakan ini bukan sekadar simbolik, tetapi bentuk nyata ibadah ekologis dalam ajaran Islam.
“Menanam pohon bukan hanya soal menjaga lingkungan. Ini bagian dari akhlak Islam. Nabi mengajarkan bahwa siapa pun yang menanam pohon dan buahnya dimakan oleh manusia, burung, atau hewan, maka itu menjadi sedekah baginya. Untuk itu besok kita akan melakukan penanam bersama sejumlah tokoh agama dan undangan,” ujar Abu Sufyan.
Pohon Matoa dipilih karena merupakan tanaman lokal Indonesia yang mudah tumbuh, cepat berbuah, dan memiliki nilai ekonomi. Menurut Abu, Matoa juga melambangkan keuletan dan keteduhan, dua nilai yang ingin ditekankan dalam gerakan ini.
“Kami ingin membangun kesadaran publik, khususnya umat beragama, bahwa merawat bumi adalah tanggung jawab bersama. Jika satu rumah menanam satu pohon, dalam setahun kita bisa menghasilkan jutaan oksigen baru,” tambahnya.
Abu juga mengajak kepala KUA, madrasah, pesantren, masjid, dan majelis taklim untuk turut berpartisipasi dalam gerakan ini. Ia menilai, lembaga-lembaga keagamaan memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan sejak dini.
Hatiman.