Safari Zuhur 23 Ramadan 1443 H di Masjid Jami’atul ‘Aula Desa Sebong Lagoi Bahas Hakikat Zakat
(Kemenag
Bintan) – Senin (25/4/2022), jajaran Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten
Bintan yang dikepalai oleh H. Erman Zaruddin kembali melakukan safari zuhur
pada 23 Ramadan 1443 H. Kegiatan safari zuhur sekaligus penyampaian tausiah
kali ini bertempat di Masjid Jami’atul ‘Aula Desa Sebong Lagoi Kecamatan Teluk
Sebong.
Dalam sambutan sesuai pelaksanaan salat zuhur berjemaah, Kepala Kantor Kemenag Bintan, Erman Zaruddin, mengucapkan terima kasih atas partisipasi masyarakat Desa Sebong Lagoi dalam menjaga kerukunan, yang mana seperti diketahui, Desa Sebong Lagoi adalah Desa Kerukunan yang ditetapkan oleh Kementerian Agama.
Selanjutnya, Erman menyampaikan beberapa hal salah satunya Gedung KUA Kecamatan Teluk Sebong dari sisi ukuran kurang ideal dan berada di posisi yang tidak strategis. Ia pun meminta kepada Kepala KUA Kecamatan Teluk Sebong, Fadhil Muslimin, dan Kepala Desa Sebong Lagoi, Mazlan, yang saat itu turut hadir agar bersama-sama mencari solusi lahan tanah strategis yang dapat dihibahkan kepada Kementerian Agama untuk pembangunan gedung KUA Balai Nikah dan Manasik Haji Kecamatan Teluk Sebong yang baru.
“Kalau gedung KUA luas dan berada di lokasi yang strategis maka diharapkan masyarakat semakin lebih mudah untuk dilayani,” ucap Erman pada safari zuhur di minggu terakhir bulan Ramadan ini.
Kemudian Erman menyempatkan diri berbincang dengan tokoh dan pegiat kaligrafi di Kecamatan Teluk Sebong, Ustaz Salamin. Dalam perbincangannya tersebut, ia merasa kagum kepada Ustaz Salamin karena meskipun belum mendapat bantuan dana dari pihak manapun, dan hanya bermodal semangat yang tinggil terhadap syiar Islam, Ustaz Salamin dapat memiliki Sanggar Kaligrafi dengan biaya mandiri.
Setelah itu dilanjutkan dengan penyampaian tausiah oleh Kasi (Kepala Seksi) PD-Pontren (Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren), H. Rostam Efendi. Dalam tausiahnya ia membahas tentang hakikat zakat.
Mengawali tausiahnya, Rostam menceritakan bahwa zakat diwajibkan pada tahun kedua hijrah setelah Rasulullah berada di Madinah. Sedangkan istilah zakat sebelum itu dimaknai sebagai sedekah biasa yang tak dibatasi dengan ketentuan haul, nishob, atau kewajiban di bulan Ramadan seperti zakat fitrah sebagaimana tertuang dalam Q.S. Annisa ayat 77.
Dikatakannya, pondasi perundang-undangan zakat maal dan fitrah baru dimulai sejak wahyu pertama diturunkan. Pondasi itu adalah penanaman tauhid dalam hati manusia. Rostam mengungkapkan, tauhid berarti Allah adalah satu-satunya fa'il (pelaku) hakikat pada alam raya ini. Penanaman tauhid adalah fokus utama wahyu yang diturunkan Allah Swt di periode Makkah.
“Pada periode Makkah, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai pencipta satu-satunya bagi manusia sebagaimana ayat bismirobbikal ladi kholaq pada Surah Al-Al'aq ayat 1, yang berarti sebagai guru bagi semua ilmu yang dimiliki manusia, dan pada ayat 4 di surah yang sama, alladi 'allama bilqolam,” kata Rostam.
“Di ayat yang lain dalam Surah ’Abasa ayat 24 s.d. 32 berisi, Allah menyampaikan kepada manusia bahwa sumber kehidupan manusia semuanya diciptakan oleh Allah, bahkan air hujan yang menjadi kebutuhan utama manusia, penyuburan tanah tempat kebutuhan manusia berada juga disuburkan oleh-Nya. Lalu Allah tumbukan semua kebutuhan manusia dari dalam tanah itu,” lanjutnya.
“Setelah tauhid ini kokoh tertanam di hati manusia, Allah perintahkan berbagai macam perintah dan larangan seperti perintah zakat, puasa, haji, jihad, dan lain sebagainya,” terangnya.
Rostam menerangkan, dari sunnatullah ini pelajaran yang dapat diambil di antaranya, sebelum umat Islam memerintahkan dan melarang atau dalam istilah lain sebelum membuat aturan terlebih dahulu penting untuk menanamkan landasan perintah dan larangan tersebut. Menurutnya, sebagai Tuhan Yang Mahakuasa, Allah berkuasa mencipta hamba-Nya untuk menyembah pada-Nya (tauhid), dan mengatur hamba-Nya dalam membuat syariat/ aturan hidup.
“Merupakan suatu kewajaran pula jika Allah meminta harta kita untuk dikeluarkan dalam bentuk zakat karena hakikatnya harta yang kita klaim sebagai milik sendri adalah milik Allah. Hujan yang Allah turunkan, tanah yang Allah suburkan, tanaman yang Allah tumbuhkan. Manusia hanya memerlukan sedikit usaha yaitu menanam, merawat, dan memanennya,” urai Rostam.
Pelajaran kedua yang dapat diambil dari sunatullah dan perintah zakat ini adalah menanamkan pondasi dengan kokoh sebelum pembangunan apapun itu, baik yang sifatnya pembangunan material atau immaterial adalah hal yang sangat prinsip. Disampaikan pula dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mendasarkan seluruh pembangunan hidup atas dasar pengabdian kepada Allah sebagai bentuk ibadah, dan jangan melenceng dari prinsip ini.
“Kalau manusia membangun kehidupan di luar prinsip ibadah kepada-Nya, maka Allah menyatakan bahwa kita telah gagal dalam hidup meskipun boleh jadi secara materi sukses. Hal ini dapat dibaca dalam Surah Al-Maun dan Attakasur,” ujar Rostam.
Pelajaran ketiga dari perintah zakat ini adalah Allah Maha tahu bahwa manusia itu sangat mencintai harta sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Adiyat ayat 8. Bahkan Allah mensifati manusia itu sebagai asysyahi/ yang sangat kikir/ paling kuat mempertahankan apa yang diklaim sebagai miliknya sebagai mana isi Surah Al-Hasyr ayat 9 yaitu, Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
“Oleh sebab itu, Allah meminta bagian zakat dari hamba-Nya hanyalah sedikit saja, sebagai contoh zakat fitrah/ zakat badan hanya sho atau kurang lebih 3 Kg, itupun setahun sekali, zakat emas perak pun hanya 2,5%. Ini adalah bagian dari rahman dan rahimnya Allah Swt. Pelajaran bagi kita adalah dalam segala hal utamakanlah menunaikan kewajiban daripada menuntut hak,” tutupnya. (AP)