Ngopi, Ustadz Dartoyo Ceritakan Kisah Penakluk Konstantinopel
Ngopi, Ustadz Dartoyo Ceritakan Kisah Penakluk Konstantinopel
Kemenag Bintan (Humas) -
Pengawas PAI Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Bintan, Dartoyo memberikan tauisyah dalam kegiatan Ngobrol Perkara Iman (Ngopi)
di aula Kantor Kemenag Bintan, Jumat, 26 Juli 2024 pagi.
Kepada ASN Kemenag Bintan, Dartoyo mengatakan Muharram
merupakan bulan yang mulia. Dia meminta kepada koleganya untuk memanfaatkan
momentum Muharram dengan berbagai kebaikan.
Dartoyo yang merupakan
alumni UII Yogyakarta menceritakan kisah penakluk Konstantinopel. Salah satu
pemimpin Turki Ottoman yang terkenal adalah Muhammad Al Fatih atau Mehmed II.
Muhammad Al Fatih merupakan Sultan Turki Ottoman yang berkuasa selama dua
periode, yakni sejak Agustus 1444-September 1446, dan Februari 1451-Mei 1481.
Ia terkenal sebagai penakluk Konstantinopel (sekarang Istanbul, Turki), yang
sekaligus mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur.
Setelah naik takhta di
usia 12 tahun, Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun.
Berkat pencapaiannya, Mehmed II dianggap sebagai pahlawan di Turki dan
Istanbul, sehingga namanya diabadikan di beberapa kawasan seperti Distrik
Fatih, Masjid Fatih dan Jembatan Fatih Sultan Mehmed.
Muhammad Al Fatih atau
Mehmed II lahir di Edirne, Turki, pada 30 Maret 1432. Ia merupakan putra dari
Sultan Murad II dan Huma Valide Hatun. Ketika berusia 11 tahun, ia dikirim oleh
sang ayah untuk memerintah Amasya sebagai gubernur. Hal ini sesuai dengan
tradisi Kesultanan Utsmaniyah, di mana pangeran yang sudah cukup umur akan
diutus untuk memerintah suatu wilayah sebagai bekalnya kelak menjadi sultan.
Murad II juga mengirim
banyak guru untuk mendidik Muhammad Al Fatih, salah satunya adalah Molla
Gurani. Pada Agustus 1444, setelah mengadakan perjanjian damai dengan sebuah
wilayah, Murad II memilih turun takhta dan menyerahkan kepemimpinan kepada
Muhammad Al Fatih. Muhammad Al Fatih pun naik takhta Kesultanan Turki Ottoman
di usia 12 tahun. Karena usianya yang masih sangat muda, ia memerintah dengan
banyak dibantu oleh perdana menteri dan orang-orang terdekatnya.
Pada masa awal
kekuasaan, Kesultanan Utsmaniyah diserang oleh orang-orang Hongaria di bawah
pimpinan John Hunyadi. Saat itu, pasukan Hongaria melanggar perjanjian dan
menyerang Muhammad Al Fatih karena dipengaruhi oleh utusan Paus Martinus V,
yaitu Kardinal Julian Cesarini. Tidak siap menghadapi pasukan Hongaria,
Muhammad Al Fatih memohon kepada ayahnya agar naik takhta kembali. Meski sempat
menolak, Murad II kembali naik takhta pada 1446 dan memimpin hingga akhir
hayatnya pada 1451. Sepeninggal Murad II, Muhammad Al Fatih yang telah berusia
19 tahun, kembali memegang tampuk kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah.
Pada masa
pemerintahannya yang kedua, Muhammad Al Fatih bertekad untuk memperkuat
angkatan laut Ottoman dan berusaha merebut Konstantinopel dari Kekaisaran
Romawi Timur. Keinginannya ini pun dapat terwujud hanya dalam waktu dua tahun.
Pada awal 1453, ia mengerahkan 80.000-200.000 pasukan Ottoman, artileri, dan
320 kapal perang untuk mengepung Konstantinopel. Pada awal April 1453, Muhammad
Al Fatih menyerang Konstantinopel dan mengepungnya.
Pengepungan berlangsung
selama 53 hari, sampai akhirnya Konstantinopel jatuh pada 29 Mei 1453. Pihak
Konstantinopel yang dipimpin oleh Kaisar Constantine XI sebenarnya mendapatkan
bantuan dari para pembelot Ottoman dan Vatikan. Namun, mereka tetap tidak kuasa
membendung kekuatan Muhammad Al Fatih dan pasukannya.
Setelah Konstantinopel
jatuh, Muhammad Al Fatih mengerahkan pasukannya ke Provinsi Morea di
Peloponnesos pada 1461. Penaklukkannya pun terus berlanjut hingga ke Serbia,
Albania, hingga Crimea.
Setelah penaklukkan yang
dilakukan Sultan Muhammad Al Fatih, Ottoman mulai mengonsolidasikan kerajaannya
dengan membentuk pemerintahan. Pengadilan kerajaan kemudian diisi oleh para
pejabat yang hanya setia kepada sultan dan membolehkannya menggunakan otoritas
dan kekuasaan yang besar.
Begitu pemerintahan
terpusat terbentuk, Sultan Muhammad Al Fatih dengan hati-hati menunjuk para
pejabat yang bisa membantu mewujudkan agendanya. Sultan juga mendelegasikan
wewenang dan fungsi pemerintahan yang besar kepada para pembesarnya sebagai
bagian dari kebijakan agar pemerintahannya tidak terlalu absolut.
Hatiman.